Belajar demi masa depan yang lebih baik dari sebelumnya
Rabu, 14 Desember 2011
Jumat, 14 Oktober 2011
Rabu, 27 Juli 2011
Kamis, 23 Juni 2011
Jumat, 20 Mei 2011
Kamis, 28 April 2011
Minggu, 03 April 2011
Konser Band Bali Palu
Kamis, 31 Maret 2011
Jumat, 18 Maret 2011
Rabu, 23 Februari 2011
Niti sastra
Dalam bidang manajemen, negeri kita cukup kaya dengan warisan ajaran-ajaran mulia tentang kepemimpinan. Tidak heran bila negeri ini ratusan tahun silam disegani di manca negara sebagai negara yang kuat, negara besar, negara yang maju peradabannya.
Berbicara mengenai kempemimpinan/leadership kita tidak lepas dari dua kata kapabilitas (kemampuan) dan akseptabilitas (diterima). Pada dasarnya hanya ada dua pilihan bila kita hidup dalam suatu perkumpulan, yakni sebagai Pemimpin atau sebagai yang dipimpin yang lazim di sebut anggota. Sebagai anggota yang baik, kita harus memiliki loyalitas, patuh dan taat pada perintah atasan sebagai pemimpin dan rela berkorban serta bekerja keras untuk mendukung atasan dalam pencapaian tujuan yang dalam ajaran agama Hindu, disebut Satya Bela Bhakti Prabhu.
Sedangkan sebagai pemimpin, harus mempunyai pengetahuan dan kemampuan untuk memimpin (kapabilitas) serta dapat diterima oleh yang dipimpin ataupun atasannya (akseptabel).
Kemampuan dalam arti mampu memimpin, mampu mengorbankan diri demi tujuan yang ingin dicapai, baik korban waktu, tenaga, materi dll serta dapat diterima, dalam arti dapat dipercaya oleh anggota masyarakatnya dan pejabat yang di atasnya.
Untuk suksesnya pencapaian tujuan suatu perkumpulan, sangat tergantung dari proses kerjasama dan rasa saling membutuhkan antara anggota dengan pemimpinnya.Didalam Kitab Niti Sastra Bab I sloka 10, hubungan erat antara pemimpin dan anggota diibaratkan seperti hubungan Singa dengan hutan, sebagai berikut :
“Singa adalah penjaga hutan. Hutan pun selalu melindungi Singa, Singa dan hutan harus selalu saling melindungi dan bekerjasama. Bila tidak atau berselisih, maka hutan akan hancur dirusak manusia, pohon-pohonnya akan habis dan gundul ditebang, hal ini membuat singa kehilangan tempat bersembunyi, sehingga ia bermukim dijurang atau dilapangan yang akhirnya musnah diburu dan diserang manusia.”
Hubungan kerja sama yang saling membutuhkan ibaratnya “Singa dengan Hutan” perlu diterapkan oleh pemimpin dan masyarakatnya, sehingga dapat sukses dalam mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Tidak ada pemimpin yang sukses tanpa didukung masyarakatnya, demikian sebaliknya.
Kriteria kepemimpinan menurut Pustaka Niti Sastra :
- Abhikamika
Pemimpin harus tampil simpatik, berorientasi ke bawah dan mengutamakan kepentingan rakyat banyak dari pada kepentingan pribadi atau golongannya. - Prajna
Pemimpin harus bersikap arif dan bijaksana dan menguasai ilmu pengetahuan teknologi, agama serta dapat dijadikan panutan bagi rakyatnya. - Utsaha
Pemimpin harus proaktif, berinisiatif, kreatif dan inovatif (pelopor pembaharuan) serta rela mengabdi tanpa pamrih untuk kesejahteraan rakyat. - Atma Sampad
Pemimpin mempunyai kepribadian : berintegritas tinggi, moral yang luhur serta obyektif dan mempunyai wawasan yang jauh ke masa depan demi kemajuan bangsanya. - Sakya Samanta
Pemimpin sebagai fungsi kontrol mampu mengawasi bawahan (efektif, efisien dan ekonomis) dan berani menindak secara adil bagi yang bersalah tanpa pilih kasih/tegas. - Aksudra Pari Sakta
Pemimpin harus akomodatif, mampu memadukan perbedaan dengan permusyawaratan dan pandai berdiplomasi, menyerap aspirasi bawahan dan rakyatnya.
Mudah-mudahan dengan semakin tingginya perkembangan teknologi yang memudahkan kita dan generasi muda untuk mengakses segala informasi dan ilmu, bisa dimanfatkan untuk menghasilkan para pemimpin sejati. Belajar dari sejarah, menghargai warisan leluhur untuk terus mengembangkan ilmu dan kebudayaan pada tataran yang mumpuni sehingga senantiasa disegani oleh setiap pendatang dan setiap bangsa maupun negara di dunia ini maupun di dunia lain.
Jumat, 11 Februari 2011
Apa Pandangan Hindu tentang Valentine Day
Sebenarnya mengikuti perkembangan zaman tidak salah asal tetap berpijak pada jati diri sebagai orang Timur dan selaku umat beragama yang sangat menjungjung tinggi moralitas. Tak kecuali turut merayakan Valentine Day (hari kasih sayang) bersama kawula muda dunia lainnya. Bagi agama Hindu masalahnya bukan dari mana, produk budaya apa suatu perayaan itu, melainkan lebih melihat pada nilai apa yang didapat dari peringatan itu. Kalau ternyata dalam praktek perayaan hari kasih sayang itu lebih dominan menampilkan sisi hura-hura, pelampiasan kasih sayang ragawi (nafsu birahi) yang bahkan oleh suatu media disebut sebagai hari “penyerahan perawan” jelas dengan tegas bahkan keras ditolak.
Hari apapun yang hendak diperingati atau dirayakan haruslah lebih menekankan pada esensi nilai bukan kemasan seremoninya. Dan lagi pula kalau memang kita sudah mulai menghayati apa sesungguhnya arti “kasih sayang/cinta kasih” itu maka tanpa menunggu datangnya tanggal 14 Februari pun yang namanya rasa kasih sayang atau cinta kasih dapat direalisasikan ke dalam bentuk perbuatan angawe sukanikanang won glen. Mulai dari mangasihi, menyayangi, dan mencintai diri sendiri, orang tua, saudara sampai kepada Bhatara-Bhatari dan memuncak pada Hyang Widhi.
Dalam ajaran Hindu sendiri apa yang disebut dengan cinta kasih tidak lain merupakan konsep bhakti. Bhakti itu artinya luapan perasaan cinta kasih atau kasih sayang yang dilandasi kebersihan pikiran, kesucian hati dan ketulus iklasan yang tanpa pamrih. Bhakti itu dapat ditujukan kepada orang tau dengan hormat dan patuh padanya. Kepada saudara dengan menghargainya, kepada teman dengan kesetia kawanan dan kepada Bhatara-Bhatari serta Hyang Widhi melalui media persembahan dan atau persembahyangan. Kesemua wujud bhakti tersebut merupakan realisasi dari kasih sayang/cinta kasih yang hakiki. Dan itu bisa dilakukan setiap hari, kapan saja dan dimanapun berada.
Jadi bila ditanyakan relevansi Valentine Day menurut Hindu memang memiliki nilai esensi yang sama dengan ajaran bhakti. Tetapi yang membedakannya sebagaimana sudah menggejala adalah prakteknya yang sudah mulai menyimpang. Tidak lagi menekankan pada sisi keagungan arti sebuah cinta/kasih sayang itu melainkan sudah mengikuti trend budaya barat yang lebih menampilkan sisi cinta sebagai dorongan nafsu ragawi. Maka tak heran Valentine Day banyak diisi dengan acara hura-hura bahkan seperti disinyalir media ibukota sudah mengarah pada praktek seks bebas sampai dengan penyerahan perawan. Jika sudah sampai sejauh itu, tentu bahasa agama hanya bisa mengingatkan kawula muda Hindu untuk kembali pada konsep bhakti yang lebih bernilai luhur dan berphahala kemuliaan dari pada sekedar mengikuti trend Valentine Day yang belum tentu berguna dan sesuai dengan budaya Hindu.
MENUMBUHKAN CINTA KASIH DAN KASIH SAYANG SEBAGAI NAFAS KEHIDUPAN UNTUK MERAIH KEDAMAIAN
Pendahuluan
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan teknologi disamping telah mampu melahirkan dampak-dampak positif dan juga dampak-dampak yang negatif serta mampu merubah pola pikir dan tatanan kehidupan manusia baik secara individu maupun secara sosial.
Jika pada zaman sebelumnya wawasan pemikiran masih bersifat tradisional (daerahisme) yang mengedepankan etika dan kebersamaan, maka pada kurun waktu belakangan ini hasil-hasil perkembangan ilmu pengetahuan dan technologi telah mampu mendorong seseorang untuk berpikir secara praktis,efisien dan menyenangkan serta dengan wawasan seluas-luasnya namun terkadang terlupakan etika dan kebersamaan sehingga yang nampak adalah Kecerdasan Intelegensi (IQ) tetapi Kecerdasan Emosional (EQ) atau kecerdasan sosial dan Kecerdasan Sepiritual (SQ) semakin menipis sehingga hasil proses yang kita impikan yaitu shanti (kedamaian) sangat sulit untuk diwujudkan, karena kita tidak pernah sadar bahwa sesungguhnya semua yang kita lihat adalah wujud cosmis Brahman (Vishva Viraat Svaruupa). Dari permasalahan tersebut maka tulisan ini diberi judul “ Menumbuhkan Cinta Kasih dan Kasih Sayang sebagai nafas kehidupan untuk meraih Kedamaian”.
Dari masalah tersebut di atas, maka dapat dirumuskan untuk memudahkan dalam penulisan tersebut adalah sebagai berikut :
Bagaimana Hindu memandang tentang konsep cinta kasih dan kasih sayang?
Kapan cinta kasih dan kasih sayang itu akan lahir dan bagaimana jika hal tersebut dikorelasikan dengan fenomena (kejadian) saat ini ?
Benarkah cinta kasih dan kasih sayang sebagai nafas kehidupan untuk menggapai impian kita bersama yaitu kedamaian ?
Dari rumusan tersebut di atas diharapkan kita mampu merumuskan dan menjadi duta-duta dalam penyampaian bahan-bahan pembinaan guna tercapainya misi hakekat proses kehidupan ini yaitu kedamaian baik terhadap diri sendiri maupun masyarakat pada umumnya.
Menumbuhkan cinta kasih dan kasih sayang sebagai nafas kehidupan untuk meraih kedamaian
Secara etimologi, dalam kamus bahasa Indonesia “Cinta” mempunyai arti sayang benar, suka sekali dan rindu. Sedangkan “Kasih” adalah perasaan sayang, perasaan iba. Bagaimana Hindu memandang tentang konsep Cinta kasih dan Kasih sayang ? Dalam bahasa Sanskerta Cinta adalah berasal dari urat akar kata Snih, dalam konteks ini cinta bukan harus dimiliki melainkan apa yang sudah ada patut dipelihara. Sedangkan menurut cendikiawan Hindu abad ke 19 Yaitu Svami Vivekanandha menyampaikan dalam sidang parlemen Agama-agama se-Dunia pada tanggal 11 September 1893 menyebutkan bahwa Cinta kasih adalah daya penggerak, karena cinta kasih selalu menempatkan dirinya sebagai pemberi bukan penerima. Yang patut di ketahui bahwa Tuhan adalah yang Maha welas asih. Jika kita dengan penuh kesadaran cinta dan kasih kepada Tuhan maka kebenaran (sathya) yaitu kemahakuasaan Tuhan akan datang karena daya penggerak atau cinta kasihNya. Jadi dari uraian tersebut maka dapat dipahami bahwa Cinta Kasih adalah Perasaan rindu, sayang yang patut untuk dibina dengan penuh kesadaran tanpa keterikatan.
Seperti dalam Bhagavad Gita XII. 13, disebutkan tentang orang yang telah memahami dan mengaplikasikan cinta kasih :
Advesta sarva-bhutanam, Maitrah karuna eva ca
Nirmamo niraham karah, Sama dukha-sukhah ksami
Artinya
Dia yang tidak membenci segala mahluk, Bersahabat dan cinta kasih
Bebas dari keakuan dan keangkuhan,Sama dalam duka dan suka,pemberi maaf
Sedangkan Kasih sayang adalah perasaan yang lahir dari cinta kasih dan diberikan dengan penuh kesadaran tanpa keterikatan
Kapan Semua itu akan lahir ?
Ada lima aspek kepribadian manusia, yaitu (1) Intelek atau kecerdasan, memungkinkan manusia menganalisa dan menentukan apa yang benar dan apa yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang palsu dan mana yang sejati, (2) Fisik, semua mahluk terbentuk dari unsur fisik yang sama. Fisik sebagai aspek kepribadian yang dimaksud di sini adalah pengembangan kebiasaan memimpin dan mengendalikan hasrat. Kesanggupan menolong, kecakapan sosial, kemampuan etika, semuanya terkait dengan jasmani yang berhubungan dengan nilai kebajikan dan tindakan yang baik, (3) Emosi, tingkat emosi menggambarkan penggunaan panca indera secara benar. Emosi hendaknya dipahami dan dikendalikan agar menjadi alat yang berguna bagi kesejahteraan hidup individu dan masyarakat. Bila seseorang mengalami keseimbangan emosi maka ia memperoleh kedamaian, (4) Psikis atau kejiwaan adalah aspek kepribadian manusia yang paling sulit dilukiskan, karena merupakan kualitas diri kita yang menjadi sumber kasih. Kasih bukanlah emosi. Kasih adalah energi yang memancar dari diri kita kepada orang lain atau makhluk di sekitar kita. Kasih tidak berkaitan dengan emosi. Kasih adalah nilai kemanusian yang mulia dalam hidup, (5) Spiritual, dalam spiritualitas, seseorang menghayati kesatuan yang mendasar dan kemanunggalan segala ciptaan. Kita mempunyai hubungan langsung dengan segala sesuatu di alam semesta ini : udara, air, api, tanah, angkasa, dan kombinasi semuanya itu. Bila kita menyadari kenyataan dasar ini, hasilnya ialah nilai tanpa kekerasan. Dari semua inilah lahirnya cinta kasih dan kasih sayang.
Bagaimana hal tersebut (Cinta kasih dan kasih sayang) dikorelasikan dengan fenomena (kejadian) saat ini ?
Semua agama yang ada mengajarkan kepada umatnya untuk selalu berpikir, berucap dan berbuat yang baik dan benar, tidak ada satu agama apapun yang mengajarkan kekerasan, kebencian dan kemunafikan. Setiap agama pada dasarnya mengajarkan prinsip-prinsip kebenaran (Sathya), kebajikan (Dharma), kedamaian (Santih), kasih sayang (Prema) dan tanpa kekerasan (Ahimsa) dengan tujuan agar umatnya mendapatkan kebahagiaan baik sebagai mahluk individu maupun sosial, jasmani dan rohani.
Melihat kondisi kehidupan berbangsa – bernegara sekarang ini, sungguh kita semua merasa prihatin. Banyak diantara kita, saudara-saudari kita yang menjalani hidup dalam keresahan, kegelisahan dan dihantui kecemasan serta suasana yang tidak menentu. Apakah penyebab semua ini ? Penyebabnya adalah kekuasaan, nafsu – keinginan yang tiada batasnya, sifat mementingkan diri sendiri, kemarahan dan kebencian, dan keserakahan. Kitab suci agama-agama menyatakan, bahwa “Nafsu-keinginan, kebencian-kemarahan, ketamakan-keserakahan, kebingungan, kemabukan- narkoba, dan irihati, “ adalah musuh utama setiap manusia yang harus dilenyapkan, karena dapat membawa dan menjerumuskan kita ke neraka. Tidakkah keenam sifat itu yang telah menyebabkan hancur dan terpuruknya keadaan bangsa dan Negara kita ?. Jadi musuh itu tidak ada di luar diri kita tapi ada dalam diri manusia, inilah yang harus di renungkan secara mendalam untuk meraih kedamaian ! Atas dasar suatu kedamaian pula lahir sebuah organisasi Perserikatan Bangsa-bangsa yang juga membawa misi kedamaian untuk dunia. Munkinkah misi itu akan tercapai ? Tidak !… Apabila masing-masing Negara di dunia ini belum bisa mewujudkan kedamaian di negaranya masing-masing. Bisakah suatu Negara bisa mewujudkan kedamaian ? Tidak pula ! …apabila tiap-tiap satuan masyarakat atau golongan tidak terwujud suatu kedamaian. Bisakah suatu masyarakat tersebut mewujudkan kedamaian ? Jawabannyapun tidak ! …apabila dalam satuan masyarakat kecil yaitu keluarga belum bisa mewujudkan kedamaian. Mampukah suatu keluarga mendapatkan kedamaian ? Tidak ! …apabila anggota keluarga yaitu individu-individu belum bisa mewujudkan kedamaian dalam diri sendiri. Jadi untuk mencapai misi tersebut yaitu kedamaian dimulai dari individu-individu yang dilandasi cinta kasih dan kasih sayang yang menjadi nafas dalam kehidupan ini agar kita mampu untuk melaksanakan Dharma Agama dan Dharma Negara.
Kesimpulan
Dari uraian di atas saya menarik kesimpulan bahwa makna cinta kasih dan kasih sayang itu ternyata amat luas bukan saja hanya perasaan suka antara sepasang kekasih tetapi juga perasaan welas asih, antara saudara, teman, dan antar sesama mahluk ciptaan Tuhan. Saya yakin dunia ini akan terasa indah dan damai jika seluruh umat manusia mempunyai perasaan cinta kasih, kasih sayang dan menyadari bahwa sesungguhnya kita semua adalah bersaudara, seperti apa yang diisyaratkan oleh Veda, yaitu: “Vasudaiva kutumbhakam” artinya: sesungguhnya semua manusia adalah bersaudara, dan “Vishva virat svaruupa”, artinya: sesungguhnya seluruh ciptaan ini adalah perwujudan Hyang Widhi. Dari sloka di atas tidak ada alasan lagi bagi manusia untuk saling membenci dan tidak menghargai mahluk ciptaan Tuhan. Untuk itu mari kita bersama-sama menumbuhkan cinta kasih dan kasih sayang pada diri kita masing-masing dalam rangka meraih santih (kedamaian).
“Om Santih, Santih, Santih Om”.
Kamis, 10 Februari 2011
Melatih Diri Menjadi Lebih Sabar
Apakah Itu Cinta?
Cara Bodoh Menyelamatkan Teman
Pada suatu hari, hujan deras mengguyur wilayah hutan disana, sehingga terjadilah banjir. Air sungai terdekat meluap dan mnegenangi kedua tepinya. Si monyet berlindung dibawah dauan-daun rimbun di puncak pohon, melihat air dimana-mana. Ia tidak bisa membedakan mana sungai dan mana telaga. Sementara itu, air yang membanjir menghanjutkan banyak pohon kayu.