Kamis, 10 Februari 2011

Cara Bodoh Menyelamatkan Teman

Secara umum , selamat berarti lepas atau bebas dari kesulitan, kesusahan, mara-bahaya, penderitaan atau kesengsaraan yang dapat menyebabkan kematian. Tetapi selamat yang sesungguhnya berarti mukti, bebas atau lepas dari kehidupan material dunia fana yang menyengsarakan . Dan mukti ini hanya bisa dicapai apabila seseorang menyibukan diri dalam pelayanan bhakti kepada Tuhan Krisna. Beliau berkata,
” Mam dhyayante upasate tesam aham samudharta mrtyu-samsara sagarat, bagi dia yang selalu ingat padaKu dan memujaku, saya bebaskan dia dari samudra derita kelahiran-kematian kehidupan material dunia fana” (Bg.12.6-7)
Tetapi orang-orang yang disebut para jiva-bhuta kerkesadaran materialistik, mengerti selamat sebagai bebas atau lepas dari kemiskinan yaitu ketidakmapuan hidup mewah memuaskan indria jasmani yang kotor nafsu secara melimpah. Karena itu , menurut mereka menyelamatkan orang berarti membuat hidupnya senang dalam kemewahan material dunia fana.
Pendapat keliru dan sesat ini ditunjukan oleh kenyataan bahwa meskipun mereka sudah kaya raya dan hidup melimpah, namun mereka tidak pernah puas. Mereka terus bekerja keras mengumpulkan harta kekayaan karena hatinya dijangkiti penyakit serakah, sehingga mereka tidak pernah hidup tenang dan damai. Dengan kata lain, mereka tetap sengsara dan menderita.
Begitulah, menganggap kekayaan material sebagai alat penyelamat dari derita kehidupan fana adalah kebodohan belaka. Tetapi kebodohan yang amat nyata ini tidak disadari oleh orang-orang modern Kali-yuga yang menyatakan dirinya amat terpelajar dan paling beradab.
Begitulah, menganggap kekayaan material sebagai alat penyelamat dari derita kehidupan fana adalah kebodohan belaka. Tetapi kebodohan yang amat nyata ini tidak disadari oleh orang-orang modern Kali-yuga yang menyatakan dirinya amat terpelajar dan paling beradab.
Manusia yang berhakekat spritual sebagai jiva rohani nan abadi, tidak bisa dipuaskan dengan cara dan upaya material apapun. Ia akan puas dan bahagia hanya jikalau kembali tinggal di rumahnya asli yaitu alam kesuka-citaan rohani Vaikunta-loka, seperti halnya sang ikan tidak dipuaskan dengan cara apapun di darat. Sang ikan hanya akan puas dan bahagia jikalau ia dikembalikan ke tempat tinggalnya ayang asli yaitu air di sungai atau danau.
Karena itu menyelamatkan manusia dari derita kehidupan dunia fana dengan kekayaan material pada hakekatnya adalah menyelamatkan sang ikan dengan memberinya beraneka macam makanan di darat.
Kenyataan ini diungkapkan oleh cerita metaporik berikut:
Tersebutlah seekor Monyet yang bersahabat dengan se-ekor Ikan gabus. Sang monyet tinggal disatu telaga yang ada dibawah pohon tersebut. Mereka menikmati kehidupan masing-masing dalam kedamaian.
AkhirnSetaiap hari, setelah selesai dengan kegiatan mencari makan dan perut telah kenyang, mereka berdua berbincang-bincang tentang kehidupandi hutan dan kehidupan di air sambil bercanda ria. Sang minyet telah sepakat dengan si Ikan bahwa mereka akan saling bantu bilaman salah satu dari mereka menemui kesusahan dalam kehidupnya.

Pada suatu hari, hujan deras mengguyur wilayah hutan disana, sehingga terjadilah banjir. Air sungai terdekat meluap dan mnegenangi kedua tepinya. Si monyet berlindung dibawah dauan-daun rimbun di puncak pohon, melihat air dimana-mana. Ia tidak bisa membedakan mana sungai dan mana telaga. Sementara itu, air yang membanjir menghanjutkan banyak pohon kayu.
Sang monyet cemas. Ia takut kehilangan sahabat karibnya si Ikan gabus. Ia berdoa agar si Ikan tidak dihanyutkan oleh banjir.
 Sang ikan memegang tangan si Monyet dengan giginya, dan seketika itu juga Monyet mengangkatnya dari dalam air, lalu menaruhnya diatas dahan diantara ranting-ranting yang ia telah jalin rapat dan rapi.
 ”Nah tinggal disini bersamaku”, kata si Monyet sambil menyodorkan banyak cacing dan ulat kepada sang ikan. Si Ikan hanya mengglepar-glepar menderita dan berteriak , ”Kawan aku susah bernafas, kembalikan aku segera ke air”.
Si Monyet bodoh menjawab, ”Aku takut kehilangan sahabat seperti dirimu. Aku sangat mencintaimu. Kembalilah nanti ke air setelah banjir surut. Bukankah telah kusediakan banyak makanan untukmu? Nikmatilah makanan ini!”
”Aku tidak bisa makan karena semakin susah bernafas. Tolong kembalikan aku segera ke air”, sang ikan terus protes. Tetapi si monyet tidak perduli pada penderitaan si Ikan. Sebab ia pikir dirinya telah berbuat yang benar dan mulia yakni menyelamatkan teman karib dari bencana banjir.
Demikianlah karena kebodohan, si Monyet menemukan sang Ikan keesokan harinya sudah kaku tidak bernyawa ketika hendak dikembalikan ke dalam air.

1 komentar: